PADANG-Jelang perubahan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) tahun 2021 menjadi Gapeka 2023 yang akan berlaku mulai 1 Juni 2023 mendatang, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional II Sumatera Barat melakukan kegiatan sosialisasi keselamatan di dua titik pelintasan sebidang, yaitu JPL 1 KM 0+464 (Stasiun Duku) dan JPL 42 KM 53+006 (Simpang Sicincin).
Dalam kegiatan Sosialisasi Keselamatan ini, PT KAI Divre II Sumbar bersama Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Padang menggandeng Komunitas Pecinta Kereta Api KPKD2 SB, dan instansi lainnya. Adapun Sosialiasi Keselamatan dilakukan dengan membagikan brosur dan membentangkan spanduk yang berisi informasi dan imbauan terkait larangan menerobos palang pintu pelintasan serta agar pengguna jalan mengutamakan keselamatan bersama di pelintasan sebidang.
“Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap masyarakat semakin waspada saat melintas di pelintasan sebidang, karena adanya perubahan jadwal kereta api yang melintas dengan diberlakukannya Gapeka 2023. Mari kita tingkatkan disipilin di pelintasan sebidang dengan menaati aturan lalu lintas dan mengutamakan perjalanan KA saat pintu pelintasan sudah ditutup dan sirine berbunyi. Sebab, pelanggaran lalu lintas di pelintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api,” jelas Sofan Hidayah, Vice President PT KAI (Persero) Divre II Sumbar.
Perlu diketahui perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul dikarenakan meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api. Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.
Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 menyatakan bahwa “pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api”.
Adapun dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyebutkan bahwa “pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib:
a. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. Mendahulukan kereta api; dan
c. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel”.
Sementara untuk meningkatkan peningkatan keselamatan perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan, telah diatur pengaturannya secara khusus berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 94 Tahun 2018, tentang peningkatan keselamatan perlintasan sebidang antara jalur kereta api Dengan jalan.
Sebagai bentuk upaya meningkatkan faktor keselamatan PT KAI (Persero) juga terus melakukan koordinasi bersama Ditjen Perkeretaapian Kemenhub dan Pemda setempat terkait peningkatan keselamatan perlintasan sebidang antara jalur keretaapi dengan jalan.
Kecelakaan di pelintasan sebidang tidak hanya merugikan pengguna jalan tapi juga dapat merugikan PT KAI (Persero). Tidak jarang perjalanan KA lain terhambat, kerusakan sarana atau prasarana perkeretaapian, hingga petugas KAI yang terluka akibat kecelakaan di pelintasan sebidang.
Untuk menekan angka kecelakaan dan korban, maka masyarakat diharapkan dapat lebih disiplin berlalu lintas, menyadari dan memahami juga fungsi pintu pelintasan.
“Pintu pelintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api”, Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta pasal 110 ayat 4 Juncto Peraturan Pemrintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan kereta api.
“Perjalanan kereta api lebih diutamakan karena jika terjadi kecelakaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar. Maka dari itu pintu pelintasan utamanya difungsikan untuk mengamankan perjalanan KA,” tambah Sofan.
Divre II Sumbar mencatat terdapat 120 perlintasan sebidang yang resmi dan 136 perlintasan sebidang yang tidak resmi.
Selama tahun 2022 di wilayah Divre II Sumbar telah terjadi 23 kali kecelakaan di pelintasan sebidang, dengan jumlah korban 7 meninggal dunia dan 13 luka-luka. Sedangkan pada tahun 2023, sejak bulan Januari tercatat 6 kejadian kecelakaan di pelintasan sebidang dengan korban luka-luka sebanyak 1 orang.
Salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan pada perlintasan juga kerap terjadi lantaran tidak sedikit para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
“Sosialisasi di pelintasan sebidang ini tak hanya sampai disini saja. Kami berkomitmen bahwa agenda sosialisasi ini akan terus berkelanjutan secara bertahap di lokasi lain. Kami juga mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mewujudkan keselamatan di pelintasan sebidang. Karena ini bukan hanya tugas KAI dan Pemerintah saja, tapi juga masyarakat pengguna jalan," tutup Sofan. rel
0 Comments