IDAI Soroti Kesenjangan Layanan Jantung Bawaan Anak di Indonesia: Puluhan Ribu Bayi Terancam Setiap Tahun


Konferensi pers. Ist 

JAKARTA– Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), melalui Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi, menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus seruan mendesak terkait kondisi layanan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada anak di Indonesia. 

PJB kini menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang secara signifikan memengaruhi ribuan anak di Tanah Air setiap tahunnya.

DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K), Ketua Pengurus Pusat IDAI, menekankan pentingnya kolaborasi multisektor untuk mengatasi ketimpangan dalam akses dan kualitas penanganan PJB. 

"IDAI adalah mitra strategis pemerintah. Kami tidak hanya menaungi para dokter spesialis anak, tetapi juga terus mengembangkan keilmuan dan kemampuan mereka," ujar Dr. Piprim.

"Puluhan ribu kegiatan bakti sosial berupa pelatihan skrining PJB telah kami lakukan, melibatkan dokter spesialis anak subspesialis kardiologi IDAI yang melatih dokter spesialis anak umum, dokter umum, dan tenaga kesehatan di berbagai daerah. Ini adalah komitmen kami agar masyarakat tetap mendapatkan layanan kesehatan jantung yang berkualitas."

Data terbaru dari IDAI per tahun 2024 menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Setiap tahun, sekitar 50.000 bayi lahir dengan PJB, di mana 12.000 kasus di antaranya tergolong kritis. Namun, kapasitas layanan intervensi (baik bedah maupun non-bedah) di Indonesia saat ini hanya mampu menangani sekitar 7.500 kasus per tahun. Angka ini terbagi menjadi 3.140 kasus intervensi bedah (Surgical Intervention/SI) dan 4.363 kasus intervensi non-bedah (Non-Surgical Intervention/NSI). Data ini merupakan total dari 18 provinsi yang melaporkan keberadaan dokter spesialis anak dan spesialis jantung anak. 

Kesenjangan yang signifikan antara jumlah kasus baru dan kapasitas penanganan menunjukkan bahwa banyak anak dengan PJB berisiko tidak mendapatkan penanganan yang diperlukan.

IDAI juga menyoroti adanya ketimpangan distribusi layanan yang parah. Saat ini, hanya ada 105 dokter subspesialis jantung anak aktif di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 70 spesialis anak subspesialis jantung (Sp.A, Subsp.Kardio(K)) dan 35 dokter spesialis jantung pediatrik (Sp.JP(K)). Jumlah ini tersebar di hanya 18 provinsi, dengan distribusi yang sangat tidak merata, meninggalkan banyak provinsi tanpa akses ke spesialis vital ini. Selain itu, sejumlah provinsi juga belum memiliki fasilitas bedah jantung anak yang memadai, sementara beban kasus terus meningkat dari waktu ke waktu.

Krisis Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi tantangan utama. Dengan penambahan hanya sekitar 4-6 dokter spesialis jantung anak per tahun, angka ini jauh di bawah kebutuhan riil. Berdasarkan data IDAI, saat ini terdapat 105 konsulen aktif dan 28 calon konsulen yang masih dalam masa studi. 

Untuk mengatasi masalah ini, IDAI menyarankan beberapa program strategis, di antaranya: program pengampuan PJB, penyediaan fellowship pendidikan di dalam dan luar negeri, serta program Dokter Terbang (Flying Doctor) untuk melakukan intervensi bedah jantung di rumah sakit utama di mana terdapat calon konsulen yang sedang studi. Selain itu, keterbatasan fasilitas penunjang seperti PCICU (Pediatric Cardiac Intensive Care Unit), cath-lab (kateterisasi jantung), dan obat esensial seperti prostaglandin IV juga menjadi hambatan besar.

Dr. Rizky Ardiansyah, M.Ked, Sp.A, Subsp.Kardio(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi IDAI, menjelaskan bahwa IDAI melalui UKK Kardiologi telah melakukan upaya nyata. Ini termasuk pelatihan tenaga kesehatan melalui program INPOST (skrining PJB untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama/FKTP) dan PNET (pelatihan ekokardiografi dasar). IDAI juga telah menerapkan sistem Flying Doctor dan Proctorship, yaitu pendampingan dokter spesialis anak subspesialis kardiologi ke rumah sakit daerah, serta mendistribusikan keahlian agar para dokter spesialis anak mampu secara mandiri mendeteksi dan menangani PJB. 

"Semua upaya nyata tersebut merupakan bentuk komitmen IDAI dalam mendukung Asta Cita pemerintahan baru dalam penguatan SDM dan sistem kesehatan," ungkap Dr. Rizky.

Meskipun demikian, tantangan seperti keterbatasan SDM, distribusi dokter yang tidak merata, dan infrastruktur yang belum memadai masih menjadi penghambat signifikan bagi peningkatan pelayanan kesehatan jantung anak di Indonesia.

"Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan jantung anak melalui kolaborasi dengan pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat. Setiap anak berhak mendapatkan penanganan terbaik untuk masa depan yang sehat," tutur Dr. Rizky. "Kami juga berharap dukungan masyarakat untuk aktif melakukan deteksi dini PJB dengan memanfaatkan layanan skrining di Puskesmas dan rumah sakit terdekat."

Mengakhiri siaran pers ini, DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K) kembali menyerukan, "IDAI mengajak semua pihak pemerintah, rumah sakit, organisasi profesi, dan masyarakat, bersatu membangun sistem layanan jantung anak yang merata dan berkualitas. Setiap anak berhak atas hidup sehat," katanya mengakhiri. 







0 Comments