Potensi Sawit Sumbar Didorong untuk Hilirisasi dan Ekspor Guna Dongkrak Fiskal Daerah

 

Foto bersama. Ist 

PADANG– Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah, memberikan apresiasi tinggi terhadap seminar tentang kebijakan luar negeri dan pembangunan nasional yang diinisiasi oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumbar, Syukriah HG. 

Seminar yang diselenggarakan secara hybrid ini dinilai penting untuk meningkatkan pemahaman pemerintah daerah, pengusaha, serta pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengenai krusialnya hilirisasi dan ekspor dalam mendongkrak nilai tambah komoditas serta pendapatan fiskal daerah.

"Kegiatan ini sangat positif untuk memahamkan kita akan pentingnya hilirisasi dan ekspor komoditas unggulan daerah. Apa yang disampaikan narasumber sangat selaras dengan aspirasi kita," ujar Gubernur Mahyeldi usai mengikuti seminar bertema “Membangun Diplomasi Sawit Indonesia yang Berdampak terhadap Peningkatan Fiskal Daerah” yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Kantor Wilayah DJPb Sumbar.

Berdasarkan data tahun 2024, Sumbar tercatat sebagai salah satu produsen sawit terbesar di Indonesia, dengan total produksi mencapai 699,39 ribu ton. Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dari Sumbar mendominasi sekitar 79,65% dari total ekspor nasional. Dari 19 kota dan kabupaten di Sumbar, sebagian besar merupakan wilayah perkebunan sawit, kecuali Bukittinggi, Padang Panjang, Payukumbuh, dan Kepulauan Mentawai. 

Kondisi inilah yang menjadikan Sumbar sebagai salah satu sentra penghasil sawit utama di Indonesia.

Namun, jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit di Sumbar masih terbatas, yaitu hanya 38 unit yang tersebar di beberapa kabupaten/kota: 14 unit di Pasaman Barat, 7 unit di Dharmasraya, 5 unit di Solok Selatan, 4 unit di Pesisir Selatan, 4 unit di Agam, dan 4 unit di Sijunjung.

"Jumlah ini masih kurang dan perlu ditingkatkan agar hilirisasi dapat berjalan lebih optimal. Bahkan, jika memungkinkan, hilirisasi harus kita mulai hingga ke tingkat produk jadi," tegas Mahyeldi.

Gubernur menyadari bahwa mencapai tahap tersebut memerlukan komitmen dan kolaborasi dari berbagai pihak.

Sementara itu, Diplomat Ahli Madya Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) – Kemenlu, Freddy M. Panggabean, menekankan bahwa upaya mengoptimalkan hilirisasi dan ekspor komoditas bukanlah tugas yang mudah, terutama di tengah meningkatnya tensi perang dagang dan tren retaliasi dalam ekonomi global. Meskipun demikian, ia optimis bahwa hal tersebut dapat terwujud melalui sinergi yang kuat.

"Tidak ada yang mustahil jika seluruh kekuatan dapat bersinergi. Inilah esensi dari diskusi hari ini," kata Freddy M. Panggabean.

Ia mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir, devisa dari ekspor minyak sawit Indonesia berkisar antara US$ 22 miliar hingga US$ 39,07 miliar. Meskipun tren ekspor sawit masih positif, produksi cenderung stagnan di angka 51,2 – 54,8 juta ton. Penurunan ekspor sawit perlu diantisipasi mengingat situasi global yang semakin dinamis.

"Selain meningkatkan pendapatan daerah, potensi sawit Sumbar diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga rantai pasok dan hilirisasi sawit nasional," harapnya.

Freddy menambahkan bahwa informasi mengenai potensi Sumbar saat ini sangat dibutuhkan oleh Kemenlu dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk dipresentasikan dan dipromosikan kepada mitra internasional.

"Kami berharap Pemerintah Daerah dapat segera menyiapkan paket regulasi dan sistem yang tegas serta berpihak pada kemudahan berusaha. Dengan demikian, minat para pelaku usaha diharapkan akan semakin meningkat," pungkasnya.

Selain Gubernur Mahyeldi dan Freddy M. Panggabean, seminar ini juga menghadirkan sejumlah tokoh nasional sebagai pembicara, di antaranya Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti; Kepala Kanwil DJPb, Syukriah HG; Direktur Kerjasama Intra Kawasan dan Antar Kawasan Amerika dan Eropa, Kemenlu; Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana-BPDP, Kabul Wijayanto; Ketua Jurusan Hubungan Internasional Universitas Andalas (Unand), Apriwan; Direktur Perdagangan, Perindustrian, Komoditas dan Kekayaan Intelektual Kemenlu, Ditua Agung Nurdianto; serta Direktur Kerjasama dan Hilirisasi Riset Unand, Eng Muhammad Makky. BD

0 Comments