Rumah dan Tempat Usaha Terancam Digusur PT. KAI Divre Sumbar, Begini Harapan Warga Alai Padang

Suasana pertemuan warga Alai Padang dengan PT. KAI. Divre II Sumbar. Ist

PADANG-Gelisah dan gundah ini yang dirasakan sembilan Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di sebelah bantaran rel kereta api Jalan Bawah Kubang, Kelurahan Alai Parak Kopi, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Dalam hitungan hari rumah mereka akan digusur PT. KAI  Divre 2 Sumbar., sebab perusahaan  Badan Usaha Milik Negara itu mengklaim tanah yang didiami warga Alai sejak 1975, sebagai miliknya.

Atas kondisi itu sembilan KK tersebut Kamis petang (11/05/2023), mengadukan nasib ke perwakilan Ombudsman Sumbar.   

Rencana penggusuran tersebut disampaikan langsung jajaran PT. KAI Divre II Sumbar sebelumnya dalam pertemuan dengan warga yang terkena gusur, Kamis siang (11/05/2023) di ruang pertemuan PT. KAI. Pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan dari Polresta Padang, Kodim 0312, Dinas Perhubungan, Satpol PP, BPN  Padang, Camat Padang Utara, hingga RT/RW setempat.

“Kita memberi waktu kepada warga terdampak pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) agar segera mengosongkan lahan sampai batas waktu Senin (15/05/2023). Jika tidak dikosongkan sendiri, maka kami akan melakukan pembongkaran pada Selasa (16/05/2023),” kata PPK Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Stasiun Kecil ,k(Shelter) Alai, Ronny Lesmana didampingi jajaran PT. KAI lainnya.

Menurut Ronni, pada lokasi itu akan dibangun JPO dan pedestrian. Lahannya adalah milik PT. KAI dengan Sertifikat Hak Pakai No. 1 Tahun 1994 dan warga yang bermukim di sana merupakan penyewa yang masa sewanya telah diputus. Rencana pembangunan JPO dan pedestrian itu telah disosialisasikan kepada warga. Warga juga sudah diberikan surat peringatan untuk segera mengosongkan lokasi.

Pernyataan berbeda disampaikan perwakilan warga yang diwakili Rustandi yang didampingi kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Wilson Saputra & Rekan. Menurutnya, lahan yang diklaim PT. KAI itu bukan milik PT. KAI. Lahan tesebut merupakan tanah Negara yang berasal dari Eigendom Vervonding No. 1703, Surat Ukur No. 156 tanggal 28 September 1915 yang telah dikuasai dan dikelola Rustandi dan warga lainnya sejak tahun 1975.

“Tidak semua tanah itu milik PT. KAI karena tanah itu sebagian merupakan tanah  Eigendom Vervonding No. 1703, Surat Ukur No. 156 tanggal 28 September 1915 yang telah kami kuasai dan kami kelola bersama warga lainnya sejak tahun 1975. Kami punya bukti,” katanya.

PT. KAI sendiri, lanjutnya, hanya menunjukkan sertifikat hak pakai tanpa pernah sekalipun mau melakukan unjuk batas untuk menentukan sampai di mana batas lahan yang diklaimnya. Karena itu pihaknya minta agar segala aktivitas pembangunan yang dilakukan PT. KAI dihentikan untuk sementara sampai diketahui dengan jelas dan terang batas tanah milik PT. KAI.

“Kita minta PT. KAI untuk menghentikan dulu aktivitas pembangunan JPO dan pedestrian sampai BPN menjelaskan batas-batas tanah milik PT. KAI,” tegasnya.

Soal pihaknya dan warga lain menyewa lahan ke PT. KAI, menurut Rustandi, hal itu terjadi dengan serta merta saja. Sebab mereka telah mendirikan rumah dan tempat usaha di lokasi sebelah rel di Alai dan hidup dengan tenang sejak dari orang tua mereka dulunya. Lalu tiba-tiba saja tahun 1994, PT. KAI menyodorkan surat perjanjian sewa.

“Kala itu kami belum tahu tentang tanah  Eigendom Vervonding No. 1703 ini, sehingga kami patuh saja menandatangani surat tersebut. Tapi setelah kami tahu, kami tidak mengakui lagi perjanjian yang dibuat itu,” terangnya.

Kepala Perwakilan Ombudsman Sumbar, Yefri Heriani saat menerima rombongan warga di bantaran rel kereta api Alai itu berjanji akan berupaya memfasilitasi masalah tersebut. Pihaknya akan berkoordinasi dan berkomunikasi dengan jajaran PT. KAI Divre Sumbar. YL

0 Comments