BBTNKS Rangkul Kelompok Tani Hutan untuk Pengamanan dan Penyelamatan TNKS

Suasana Loka Karya Rembuk Anak Nagari Kelompok Tani Hutan Konservasi. Ist

PADANG-Guna menjaga dan menyelamatkan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, Bidang PTN Wilayah II Sumatera Barat ( BBTNKS) merangkul masyarakat nagari. Setidaknya ribuan ribuan orang terlibat dalam pengamanan kawasan hutan yang dilindungi tersebut. 

Masyarakat tergabung dalam kelompok tani hutan yang ada didua kabupaten, yakni Pesisir Selatan dan Solok Selatan. 

"Di Pessel dan Solsel ada 161 kelompok tani hutan. Mereka nantinya yang akan menjaga hutan agar tidak dirusak oleh orang tak bertanggung jawab," terang Kepala Bidang, Balai Besar Taman Nasional Kerinci Sebelat, Ahmad Darwis, dalam kegiatan Loka Karya Rembuk Anak Nagari Kelompok Tani Hutan Konservasi” Dalam Rangka Pengamanan Kawasan Bersama Masyarakat Berbasis Nagari Melalui Skema Kemitraan Konservasi, yang berlangsung Senin (25/11) di Padang.

Disebutkannya, 161 Kelompok Tani Hutan (KTH) anggota nya 2.625 orang. Luas kawasan yang dikelola 3.047,27 haktare. Kawasan itu diarahkan menjadi mitra konservasi guna membuka peluang dalam mengurai konflik tenurial meliputi pola kemitraan konservasi. Berupa pemberdayaan masyarakat dan kemitraan konservasi pemulihan ekosistem.

Dalam upaya tersebut di atas diharapkan penerapan dalam hal penyelesaian konflik tenurial melalui kemitraan konservasi merupakan solusi yang lebih bijaksana, dimana ekosistem terpulihkan dan masyarakat turut serta bertanggung jawab terhadap kawasan TNKS melalui Perjanjian Kerja Sama.

Dalam mengelola hutan banyak terjadi permasalahan. Konflik tenurial merupakan salah satu permasalahan mendasar dalam pengelolaan kawasan konservasi tidak terkecuali di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). 

Konflik tenurial adalah berbagai bentuk perselisihan atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

"Keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya alam hayati yang ada pada kawasan hutan merupakan usaha yang memerlukan keseriusan dan keterlibatan semua elemen stakeholder yang ada," terangnya.

Usaha itu katakanya, tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak pengelola kawasan saja. Pengetahuan dan kearifan masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan merupakan salah satu modal utama yang dapat disinergikan dengan upaya pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola. Pelibatan masyarakat dengan sistem penguatan (empowerment) atau kerja sama (partnership) diyakini merupakan suatu bentuk pelibatan masyarakat yang ideal dengan menganggap masyarakat tidak sebagai objek melainkan subjek yang secara sadar dan bersama-sama melakukan upaya pelestarian kawasan hutan. 

Selain itu diperlukan suatu kegiatan yang sifatnya kontinu untuk menjaring harapan-harapan masyarakat, terkait jaminan keberlangsungan mereka mengelola kawasan konservasi yang legal dan dilindungi oleh hukum. Dengan tidak meninggalkan kaidah-kaidah konservasi serta kearifan lokal pada masyarakat Sumatera Barat yang menjunjung tinggi nilai “ Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.

Maka Bidang Wilayah II memfasilitasi kegiatan berupa Lokakarya “Rembuk Anak Nagari Kelompok Tani Hutan Konservasi” Dalam Rangka Pengamanan Kawasan Bersama Masyarakat Berbasis Nagari Melalui Skema Kemitraan Konservasi 

TNKS memiliki kawasan seluas 1.389.509,867 hektar dimana sebagiannya mengalami alih fungsi akibat pembukaan lahan oleh masyarakat. Untuk Taman Nasional Kerinci Seblat Wilayah II Sumatera Barat dengan luasan 348.125,10 haktare, dari luasan tersebut telah dilakukan penelaahan pemetaan dengan menggunakan peta citra satelit terbaru. Luas kawasan yang terdegradasi seluas 33.905 haktare equivalen dengan 10% dari total luas area pengelolaan Bidang Wilayah II Sumatera Barat. Kawasan terdegradasi tersebut tersebar di berbagai zonasi dalam pengelolaan pada 4 (empat) Resort melingkupi Kabupaten Pesisir Selatan, Solok Selatan, Solok dan Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat.

Disebutkannya, guna mengurangi lajunya degradasi tersebut dan mengacu pada Peraturan Dirjen KSDAE Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada KPA dan KSA Bidang Wilayah II Sumatera Barat dalam kurun waktu 2 tahun terakhir memfokuskan arah pengelolaan dengan cara menginventarisir masyarakat-masyarakat yang ada dalam kawasan.

Sementara, Gubernur Sumbar, Mahyeldi dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozawardi mengatakan TNKS merupakan salah satu taman nasional terluas di Pulau Sumatra yang mencakup 4 (empat) provinsi yaitu Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu. 

"Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan TNKS memiliki manfaat yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat sekitar. Walaupun di sisi lain interaksi yang timbul antara masyarakat dengan kawasan TNKS tidak selalu bersifat positif. Sehingga dalam hal ini tentunya penanganan permasalahan dan pengelolaan pemanfaatan taman nasional, tidak bisa dilakukan oleh pihak pengelola Taman Nasional semata, namun diperlukan juga dukungan dari masyarakat sekitar kawasan sehingga manfaat ekologis, ekonomis dan sosial budaya dari keberadaan Taman Nasional dapat terus terjaga, dan masyarakat pun tetap bisa memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara lestari dan berkelanjutan," ujarnya.

Menurutnya, 161 kelompok Tani Hutan, yang tersebar di dua kabupaten yaitu Kabupaten Pesisir Selatan dan Solok Selatan. KTHK yang telah terbentuk merupakan wadah bagi Balai Besar TNKS untuk melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat sekitar hutan.

KTHK yang telah terbentuk, tentunya akan memberikan dukungan kepada Taman Nasional dalam pengamanan Kawasan Hutan Berbasis Nagari dan diharapkan menjadi garda terdepan dalam pengamanan kawasan hutan. 

"Saya berharap agar Balai Besar TNKS memberikan bimbingan dan pembinaan teknis secara kontinyu, pendampingan dan pemberdayaan kepada masayrakat sekitar kawasan TNKS, sehingga timbul kepedulian bersama dan semangat KTHK untuk mencegah terjadinya illegal logging atau perburuan satwa liar di Kawasan TNKS. Perlu ada Standar Operasional Prosedur (SOP), tata kelola informasi dan bagaimana mekanisme menyampaikan informasi dari KTH kepada pengelola atau petugas TNKS, sehingga upaya pencegahan pengrusakan Kawasan TNKS dapat dilakukan sejak awal," katanya.

Di samping itu, TNKS bersama KTHK juga melaksanakan penanaman kembali atau rehabilitasi hutan dan lahan dengan skema agroforestry. Dengan pelaksanaan penanaman di Kawasan TNKS akan membantu meningkatkan tutupan hutan, yang pada akhirnya menciptakan ekosistem hutan yang lestari. Taman Nasional akan berfungsi dan memberikan manfaat ekologis, sejalan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh oleh masyarakat setempat.

Dalam rangka mendukung kebijakan dan rencana aksi kegiatan target penurunan emisi pada sektor FOLU, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menterjemahkan komitmen dan kebijakan tersebut ke dalam rencana kawasan hutan melalui Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030 dan rencana pembangunan melalui Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Beberapa program yang dapat mendukung FOLU Net Sink 2030 yang selaras dengan pengelolaan Kawasan TNKS, yaitu : Pertama, luas kawasan hutan TNKS yang sangat luas; Kedua, tutupan hutan TNKS relatif utuh sekitar 89% dari luas kawasan TNKS wilayah II Sumatera Barat (348,125 Ha), mempunyai potensi yang sangat tinggi sebagai penyimpan dan penyerap karbon; Ketiga, kebakaran hutan jarang terjadi di TNKS, serta Keempat, Kegiatan pemulihan ekosistem bersama masyarakat KTHK.

Kondisi dan upaya-upaya yang akan dilakukan seperti dikemukan diatas, merupakan salah upaya dalam menambah tutupan hutan, dalam rangka menyerap karbon / menambah “carbon stock”. Sekaligus upaya menurunkan emisi gas rumah kaca / mencegah kenaikan temperatur global sebesar 2 derajat Celcius.

Selain itu, issu penting terkait  pengelolaan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (Non Kayu) merupakan paradigma baru didalam pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya hutan (forest resources based management).  Terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan (termasuk parawisata alam) yang semula merupakan barang tak bernilai (non marketable goods) telah bergeser ke barang bernilai (marketable goods). YL

0 Comments