Ilustrasi |
BUKITTINGGI--Persentase penghindaran anak dari pemidanaan dalam dua tahun terakhir makin optimal.
Dalam catatan Balai Pemasyarakaan Kelas II Bukittinggi (Bapas Bukittinggi), terjadi optimalisasi penghindaran anak sepanjang tahun 2020 hingga akhir 2021.
Tahun 2020, ABH yang terhindar dari pidana adalah 31,6 persen dari 136 ABH. Meningkat di tahun 2021 menjadi 43,4 persen dari 122 ABH yang didampingi Bapas Bukittinggi.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH), menurut Kabapas Bukittinggi Elfiandi memang tak terhindarkan dari pemidanaan. Namun, amanat dari UU Nomor 11 tahun 2021 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengamanatkan pemidanaan adalah upaya terakhir untuk sanksi bagi ABH.
"Pemidanaan untuk anak adalah ultimum remidium bagi anak. Untuk itu, sebagai salah satu elemen strategis dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Bapas Bukittinggi terus berupaya semua pihak untuk menghindarkan dari pemidanaan," ujar Elfiandi usai peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-58 di Bukittinggi Rabu, (27/4).
Sepanjang tahun 2020, dalam menjalankan tugas pendampingan ABH, Bapas Bukittinggi mendapatkan 136 permintaan pendampingan. Dari jumlah tersebut menurut Elfiandi 48 diantaranya adalah permintaan untuk upaya diversi (penanganan perkara di luar pengadilan). Ada syarat khusus mendapatkan upaya diversi ABH. Pertama, bukan pengulangan tindak pidana oleh ABH dan kedua dugaan tindak pidana yang dilakukan ABH ancaman pidananya tidak lebih dari 7 tahun. "Jadi, dari 48 permintaan pendampingan diversi tersebut, hanya 5 pendampingan yang gagal dimediasi Bapas Bukittinggi sebagai wakil fasilitator diversi di wilayah kerja kami," jelas Kabapas didamping Kasubsi Bimbingan Klien Anak Bapas Bukittinggi Aditya Maisa.
Merujuk angka tersebut, tingkat keberhasilan diversi di Bapas Bukittinggi mencapai 89,5 persen di tahun 2020. Tahun 2021, dari 52 permintaan pendampingan 50 pendampingan ABH atau 96,1 persen yang memenuhi syarat diversi berhasil mencapai kesepakatan yang harus dipenuhi ABH dan menghindarkannya dari pemidanaan.
"Peningkatan tersebut tidak lepas dari makin meningkatnya kesadaran Aparat Penegak Hukum (APH) lain yang menjadi fasilitator dalam upaya diversi. Kami dari Bapas yang ujung tombaknya adalah Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai wakil fasilitator sangat mengapresiasi dukungan dari pihak-pihak APH lainnya," ujar Elfiandi.
Lebih lanjut, menurut Aditya Bapas Bukittinggi juga terus berupaya untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah di 8 kabupaten dan kota wilayah kerja Bapas Bukittinggi. Diversi sebagai salah satu upaya penyelesaian pidana anak tetap mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada ABH.
"Menghindarkan ABH dari pemidanaan sebagai amanat dari UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjadi target kinerja dari Bapas Bukittinggi sebagaimana target kinerja dari Dirjen Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM," beber Aditya. (*/rel)
0 Comments