PADANG-Partisipasi perempuan dalam memilih caleg perempuan disetiap pemilu, khususnya Sumbar terbilang masih rendah. Itu dibuktikan dengan minimnya jumlah anggota legislatif di Ranah Minang pada pileg 2019.
Atas kondisi itu Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Sumbar, menggelar rapat koordinasi yang mengusung tema " Melalui Rapat Koordinasi Organisasi Perempuan se Sumatera Barat Tahun 2023, Kita Tingkatkan Dukungan Terhadap Partisipasi Perempuan Dalam Politik”, Selasa (2/5).
Ketua BKOW Sumbar, dr. Amel Amelia Audy Joinaldy, mengatakan rapat koordinasi organisasi perempuan se Sumatera Barat, dilaksanakan dalam rangka menciptakan program sinergis, kolaborasi dan unggulan antar organisasi perempuan yang tergabung dalam BKOW serta GOW Kota/Kabupaten se Sumatera Barat.
"Kami dari BKOW Sumbar mendukungan organisasi perempuan berpartisipasi dalam politik. Keberadaan perempuan sebagai Bundo Kanduang menempati posisi yang tinggi dalam tatanan masyarakat Minangkabau adalah modal politik yang besar bagi perempuan di Sumatera Barat," kata Amel dalam sambutan tertulisnya.
Disebutkannya, 2024, Indonesia memasuki tahun tahun politik. Untuk itu perlu persiapan dari seluruh elemen terkait. Termasuk masyarakat sebagai pemilih.
"Harapan kita kaum perempuan yang duduk di lembaga legislatif nantinya dapat mengukuhkan komitmennya dalam memenuhi dan memperjuangkan aspirasi bersama," ujarnya.
Melalui kiprah perempuan dalam politik, dia yakin kaum perempuan akan dapat berpartisipasi membantu pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dalam mengantisipasi dan mengatasi persoalan persoalan kaum perempuan. Tentunya melalui berbagai program/kegiatan yang bertujuan untuk mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi, penataan sosial budaya dan agama, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Termasuk tindak pencegahan penyakit masyarakat dan prevalensi stunting yang mengancam generasi penerus bangsa.
Data dari KPU Sumatera Barat, dari 65 orang anggota DPRD Sumatera Barat hanya ada 4 orang kaum perempuan yang mengisi kursi legislatif. Jumlah ini sangat sedikit dan cenderung menurun dari periode sebelumnya (2014-2019), yakni ada 7 orang kaum perempuan yang duduk di legislatif.
Adanya kecendrungan penurunan jumlah perempuan yang berkontribusi di bidang politik, perlu kita sikapi dengan bijak agar keterwakilan perempuan dapat kita tingkatkan sehingga dapat mengakomodasi dan menyuarakan aspirasi kaum perempuan dalam pembangunan.
Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan dan keadilan gender, serta belum mampu menanggapi masalah utama yang dihadapi perempuan.
Banyak faktor yang menghambat partisipasi perempuan dalam politik, diantaranya faktor internal yakni faktor yang berasal dari diri perempuan itu sendiri.
Seluruh pihak, katanya perlu bahu-membahu membuka ruang seluas-luasnya, bukan hanya kesempatan bagi perempuan untuk terlibat. Namun juga memperoleh pengetahuan, memperluas pemahaman, dan meningkatkan keterampilan politiknya. Sehingga kelak ketika mereka duduk di kursi-kursi kekuasaan akan lahir kebijakan-kebijakan yang lebih responsif, inklusif dan humanis. Sedangkan dari perpektif eksternal, kalau saja sesama perempuan, saling mendukung, saling memotivasi, saling menginspirasi.
"Saya yakin kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam politik itu akan bisa tercapai. Sehingga ketika perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk aktif secara politik dan membuat berbagai keputusan serta kebijakan. Maka akan muncul kebijakan-kebijakan yang lebih representatif dan inklusif untuk mencapai pembangunan yang lebih baik dan lebih adil, karena organisasi perempuan perlu mendukungn peningkatan partisipasi perempuan dalam politik," pungkasnya.
Hadir sebagai narasumber dalam rakor itu Dr.Dra. Marlinda Iswanti, SE, M,Si, Dra. Hj. Emma Yohanna dan Dra. Gemala Ranti, M,Pd. Rakor dibuka Asisten III, Andri Yulika, yang mewakili pemerintah provinsi. YL
0 Comments