Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, dr. Lila Yanuar memberikan sambutan. Ist |
PADANG-Angka kematian bayi di Sumatera Barat menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Menanggapi kondisi ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Wilayah Sumatera Barat (Sumbar) menggelar Pendidikan Profesi Kedokteran Anak Berkelanjutan (Prokab) ke-IX.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dokter anak dan dokter umum dalam menangani kasus-kasus pediatri yang sering ditemukan di lapangan, sekaligus menekan angka kematian bayi.
Ketua Pelaksana Prokab IDAI ke-IX, dr. Ronal, Sp.A, menyampaikan bahwa pendidikan profesi anak berkelanjutan ini sangat penting mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang terus diperbarui. "Ilmu pengetahuan terus update, sehingga para dokter perlu terus mengasah kemampuan mereka. Kami berharap melalui kegiatan ini, kompetensi dokter dapat meningkat dan pada akhirnya meningkatkan kualitas layanan kesehatan pada anak," ujar dr. Ronal, disela-sela berlangsungnya seminar yang menghadirkan narasumber berkompeten, Sabtu (24/5) di salah satu hotel berbintang di Padang.
Prokab IDAI ke-IX yang diikuti oleh 200 peserta, termasuk 80 dokter spesialis anak yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Sumbar, berfokus pada penanganan kasus-kasus umum pada anak seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, dan batuk rejan yang cenderung meningkat tahun ini. "Jika satu penyakit masih menggunakan standar lama, sekarang ada ilmu baru, sehingga pasien anak mendapatkan haknya dalam pelayanan yang terbaik," tambah dr. Ronal.
Kegiatan ini merupakan program berkelanjutan yang akan diadakan setiap tahun, dilengkapi dengan pembentukan grup WhatsApp untuk memfasilitasi diskusi dan berbagi informasi antar peserta.
Tantangan dan Harapan
Meskipun upaya peningkatan kompetensi terus digalakkan, dr. Ronal juga menyoroti beberapa tantangan dalam pelayanan kesehatan anak di Sumbar yang kerap menjadi keluhan ke Dinas Kesehatan. Salah satunya adalah keterbatasan fasilitas di rumah sakit pemerintah dan persebaran tenaga kesehatan yang belum merata. "Rumah sakit tipe C seharusnya memiliki minimal dua dokter anak, namun sebagian besar dokter anak masih terpusat di kota-kota besar," jelasnya.
Selain itu, masalah biaya hidup yang tidak sejalan dengan pendapatan yang diterima dokter, serta kesempatan sekolah yang terbatas bagi dokter umum yang ingin mengambil spesialisasi namun terhambat aturan harus menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), juga menjadi perhatian. Diharapkan, hasil dariProkab IDAI ke-IX ini dapat menjadi masukan bagi pihak terkait untuk terus meningkatkan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan anak di Sumatera Barat.
Gubernur Sumbar, diwakili Kepala Dinas Kesehatan, dr. Lila Yanuar mengatakan IDAI sangat berperan dalam menurunkan kematian ibu dan bayi. Menurunkan kasus tentunya lewat kolaborasi program dengan dinas kesehatan.
"IDAI akan memberikan kontribusi signifikan kepada pemerintah dan masyarakat dalam menurunkan kematian ibu dan bayi melalui kolaborasi program yang intensif dengan Dinas Kesehatan," tegas dr. Lila.
Disebutkannya, fokus utama IDAI di usia 71 tahun ini adalah memperkuat ketahanan kesehatan anak. Mereka menyoroti urgensi peningkatan sistem rujukan yang lebih responsif terhadap kegawatdaruratan pada anak, sebuah langkah krusial yang diyakini dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa bayi dan anak.
Tak hanya itu, terang Lilam pemerintah Provinsi Sumatera Barat tak tinggal diam dengan akan mengambil langkah proaktif dengan mengadvokasi kabupaten/kota untuk menambah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, khususnya dokter spesialis dan sub-spesialis anak.
"Dengan sinergi kuat antara IDAI dan Pemprov Sumbar, diharapkan angka kematian ibu dan bayi di Sumatera Barat dapat terus ditekan, demi masa depan generasi penerus yang lebih sehat dan kuat," terangnya.
Prokab IDAI ke IX yang berlangsung selama dua hari tersebut mengusung tema "Memperkuat kontribusi layanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak".
0 Comments