![]() |
Penampakan minyak jelantah atau minyak goreng bekas. Ist |
JAKARTA-Pemerintah melalui berbagai pihak terus berupaya memberikan penghasilan pada masyarakat lewat berbagai cara. Kali ini, dengan membeli minyak bekas atau minyak jelantah dari masyarakat khususnya pedagang gorengan. Dimana minyak bekas yang sudah tak layak pakai akan dibeli oleh Pertamina.
Minyak jelantah atau minyak bekas itu, biasanya hanya dibuang oleh para ibu rumah tangga. Bagi yang tahu minyak jelantah iti bisa dijual maka mereka akan mengumpulkannya. Minyak jelantah tersebut akan diolah menjadi biofuel. Seperti Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Atas rencana gagasan yang memotivasi masyarakat tersebut, Anggota DPR RI Komisi XII, Hj. Nevi Zuairina, menyambut baik langkah Pertamina melalui program Green Movement UCO yang membeli minyak jelantah dari masyarakat untuk diolah menjadi aneka produk. Menurutnya, program ini tidak hanya mendukung pengurangan limbah rumah tangga, tetapi juga memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya aktivitas daur ulang.
“Program ini menjadi salah satu langkah nyata dalam mewujudkan sistem ekonomi sirkular di Indonesia. Selain memberikan manfaat lingkungan dengan mengurangi pencemaran air dan tanah, program ini juga berpotensi meningkatkan pendapatan rumah tangga, terutama bagi ibu-ibu yang mengumpulkan minyak jelantah,” ujar Nevi.
Namun, politisi PKS ini menyoroti beberapa tantangan yang harus segera diatasi agar program ini dapat berkelanjutan. Salah satunya adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya daur ulang minyak jelantah.
“Pendidikan dan kampanye masif diperlukan agar masyarakat tidak lagi membuang minyak jelantah sembarangan, melainkan mengumpulkannya untuk diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan,” tegasnya.
Selain itu, Legislator asal Sumatera Barat II ini mendorong Pertamina untuk memperluas titik pengumpulan minyak jelantah, terutama di daerah terpencil.
“Hingga kini, titik pengumpulan masih terbatas di kota-kota besar. Perlu ada penyediaan fasilitas di lokasi strategis seperti SPBU, pasar, atau pusat perbelanjaan, sehingga akses masyarakat lebih mudah,” tambahnya.
Nevi juga menekankan pentingnya insentif yang menarik agar partisipasi masyarakat meningkat.
“Harga Rp 6.000 per liter yang ditawarkan saat ini cukup baik, tetapi harus tetap kompetitif dibandingkan penggunaan minyak jelantah untuk industri lain seperti sabun atau lilin. Pertamina juga bisa mempertimbangkan digitalisasi dengan membuat aplikasi yang memudahkan masyarakat menemukan lokasi pengumpulan terdekat,” sarannya.
Ia menambah pernyataannya dengan harapan agar program ini tidak sekadar menjadi proyek sementara. Ia juga meminta agar Program Green Movement UCO dapat menjadi inspirasi bagi sektor lain untuk mendukung daur ulang dan menciptakan energi bersih, sejalan dengan komitmen bersama menjaga keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
“Program ini harus berkelanjutan. Pertamina perlu menjadi teladan dalam transisi energi dan melibatkan pelaku usaha kecil yang selama ini telah berperan dalam pengumpulan minyak jelantah. Kolaborasi yang inklusif akan memastikan keberhasilan program ini sekaligus memberikan manfaat ekonomi yang merata,” tutup Nevi Zuairina.
Sebuah Harapan
Sementara, sejumlah ibu rumah tangga dan pedagang gorengan mengaku senang dengan program Pertamina yang ingin membeli minyak jelantah atau minyak bekas dari masyarakat. Kondisi itu menurut mereka akan memberi peluang usaha atau dapat menambah penghasilan keluarga.
"Saya senang dengan kabar yang dibuat Pertamina. Saya ibu rumah tangga akan mengumpulkan minyak bekas tak layak pakai," terangnya.
Biasanya, minyak bekas yang telah telah dipakai beberapa kali akan hitam dan selalu dibuangnya lewat saluran cuci piring. Namun ke depan akan dikumpulkannya untuk dijual ke Pertamina.
"Tapi yang jadi pertanyaan saya, kalau minyaknya sudah terkumpul kemana masyarakat harus menjualnya? Kami butuh informasi yang jelas dan lengkap," tanya Susi seorang ibu rumah tangga di Padang.
Hal senada juga disampaikan Silfana, seorang pedagang kuliner ayam geprek di Padang. Menurutnya membeli minyak jelantah dari masyarakat adalah program yang positif di tengah sulitnya ekonomi seperti sekarang.
"Sekarang semua kebutuhan pokok terbilang mahal. Di lain sisi pemerintah membeli minyak bekas dari masyarakat. Semoga ini menjadi peluang untuk menambah pendapatan keluarga. Tak hanya itu jika minyak bekas bernilai rupiah, ke depan penceraman lingkungan juga akan berkurang karena masih banyak masyarakat yang membuang limbah minyak jelantah ke got-got dan tentukan merusak lingkungan," pungkasnya. YL
0 Comments