Maek : Pesona Peradaban Megalitikum yang Tersembunyi

Kawasan Cagar Budaya Menhir Balai Batu

Oleh: Riponinanda

Dari semua jenis ikatan, hubungan keluarga lah yang terkuat. Hubungan yang mengikat tali persaudaran dengan menumbuhkan tatanan kehidupan yang saling terkait satu sama lain. Tidak bisa dipungkiri, dari hubungan keluarga inilah cikal bakal terciptanya hubungan satu sama lain. Hubungan yang menjadikan lingkup suatu kesatuan masyarakat turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Terlahirlah budaya yang berintegrasi kuat dengan pola perilaku masyarakatnya. Perilaku yang nantinya melahirkan adat istiadat yang mengandung nilai kebudayaan, kebiasaan, norma dan hukum tertentu. Nilai budaya dan kebiasaan suatu masyarakat di masa lampau bisa dilihat pada saat sekarang ini berupa peninggalan yang ada.

Peninggalan yang bisa disimpulkan dengan metode penelitian dan di publikasi secara ilmiah untuk diketahui khalayak ramai. Namun masih ada peradapan masa lampau yang masih diselimuti misteri sampai saat ini. Peradapan yang belum sepenuhnya terpecahkan.

Peradapan Nagari Maek, salah satu nagari di Kabupaten 50 kota menyimpan pesona budaya masa lampau yang menjadi bagian penting dalam sejarah budaya Minangkabau. Berlokasi di Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten 50 Kota, Sumatra Barat. Berjarak 40 kilometer dari kota Payakumbuh. Akses menuju nagari Maek sekarang ini sudah bagus dengan pemandangan alam yang elok mempesona. Jalan berliku menyusuri pinggang perbukitan dengan pepohonan yang rindang serta jurang menambah nilai eksotik menuju nagari Maek. Diperlukan kehati hatian membawa kendaraan dengan membunyikan klakson disetiap tikungan untuk mengingatkan pengendara lain sewaktu berpapasan. Kabut yang beranjak naik dikala pagi atau pun kabut yang turun dikala sore adalah moment yang sering dijumpai ketika melewati jalan menuju ataupun meninggalkan nagari Maek. 


Kawan Cagar Budaya Menhir Bawah Parit

Menjelang sampai di nagari Maek kita akan disuguhi pemandangan alam dengan lingkaran perbukitan dan lembah serta pemandangan ikonik nagari Maek yaitu “Bukik Posuak” atau Bukit Tembus. Bukit yang tembus atau bolong terbentuk dengan unik seperti ditembus oleh suatu benda. Selain itu kita juga disuguhi oleh pemandangan perbukitan lain yaitu “Bukik Pao Ruso” atau Bukit Paha Rusa dan “Bukik Tungkua Jaguang” atau Bukit Tongkol Jagung. Konon menurut legenda yang yang dituturkan dari nenek moyang nagari Maek “Bukik Posuak” terjadi akibat lemparan Paha Rusa oleh Baginda Ali sewaktu anak buahnya bertengkar memperebutkan Paha Rusa. Kemarahan Baginda Ali membuat Paha Rusa melayang menembus bukit mengakibatkan bolong dan tempat mendaratnya paha rusa tersebut menjadi “Bukik Pao Ruso” atau Bukit Paha Rusa yang menyerupai paha Rusa. Begitu juga dengan “Bukik Tungkua Jaguang” yang terjadi dari lemparan jagung oleh si Baginda Ali. Legenda ini sudah sangat familiar bagi masyarakat nagari Maek. Pengantar tidur bagi anak anak dikala malam. Penjawab tanya dikala ada pertanyaan seputar terjadinya “Bukik Posuak” dengan “Bukik Pao Ruso” dan “Bukik Tungkua Jaguang”.

Tidak hanya bentangan alamnya yang ikonik mengandung legenda, di nagari Maek terdapat sungai yang membelah lembah yaitu Sungai Batang Maek. Aliran sungai Batang Maek bermuara ke PLTA Koto Panjang perbatasan Sumatra Barat – Riau. Di sungai ini pernah dilakukan atraksi arung jeram oleh Mapala Universitas Andalas (Unand) sejauh 40 Km dari hulu sampai ke Hilir Batang Maek, Dari Hulu nagari Maek sampai ke Hilir nagari Pangkalan. Sungai Batang Maek dengan beberapa sungai kecil lainnya memiliki peranan penting bagi masyarakat nagari Maek. Dahulu sungai Batang Maek dijadikan tempat pengairan dengan adanya kincir tradisional yang membawa air sungai ke sawah sawah penduduk. Sungai merupakan salah satu peranan penting dalam melahirkan suatu peradapan. Peradapan dunia terjadi karena adanya aliran sungai.

Berbicara mengenai peradapan di nagari Maek sungguh sangat menarik untuk dikaji. Menarik untuk dipebincangkan antar generasi. Kenapa demikian? Karna dari pandangan saya pribadi peradapan kuno nagari Maek sangat mengikat rasa memiliki masyarakatnya. Tidak ada suatu kebanggaan tersendiri setiap kali membicarakan tentang peninggalan budaya di Nagari Maek. Salah satu bukti peningalan yang sampai sekarang masih dalam penelitian adalah Menhir. Menhir adalah batu yang didirikan tegak di atas tanah sebagai penanda makam dan pemujaan terhadap arwah leluhur. 

Di nagari Maek terdapat 13 situs Menhir yang tersebar dibeberapa lokasi. Situs Menhir Ronah 1, situs Menhir Ronah 2, situs Menhir Ronah 3, Situs Padang Ilalang Bukik Domo 1, Situs Menhir Bukik Domo 2, situs Menhir Bukik Domo 3, situs Menhir Kayu Kaciak, situs Menhir Kampuang 1, situs Menhir Kampuang 2, situs Menhir Ampang Gadang 1, Situs Bakal Menhir Ampang Gadang, Situs Menhir Balai Balai Batu Koto Gadang dan situs Menhir Bawah Parit Koto Tinggi. Menhir didominasi berada di ketinggian atau perbukitan. 

Menhir Bawah Parit

Sejauh ini telah banyak pendapat mengenai keberadaan Menhir di Nagari Maek. Berapa usia Menhir?, apa fungsi Menhir? dan beberapa pertanyaan lain yang masih belum terjawab sepenuhnya. Pada tahun 1985 – 1986 pernah di lakukan penggalian oleh arkeologi nasional untuk meneliti keberadaan Menhir di nagari Maek. Dan beberapa penelitian di tahun 2016 – 2019 mengenai keberadaan situs purbakala Menhir. Penelitian ini diharapkan bisa menjawab misteri tentang keberadaan Menhir di Nagari Maek. Namun sampai saat ini rasanya masih banyak misteri yang belum terungkap mengenai keberadaan Menhir di nagari Maek. Minimnya informasi tentang hasil penelitian tentang Menhir membuat situs ini masih belum sepenuhnya dikenal dan dipublikasikan secara ilmiah.

Situs Bawah Parit yang berlokasi di Koto Tinggi Maek merupakan situs dengan jumlah Menhir yang paling banyak terhampar dilapangan rerumputan padang ilalang. Berada diketinggian 350 Meter diatas permukaan tanah. Terdapat ± 311 buah dengan warna hitam dan beberapa bercorak ukiran dengan posisi Menhir tegak menghadap ke arah gunung Sago dan beberapa Menhir tergeletak di tanah. Gunung Sago adalah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi. Merupakan gunung tertinggi tertinggi di kabupeten 50 Kota. Menhir Bawah Parit termasuk kedalam Situs Cagar Budaya Nasional yang tertuang SK penetapan No SK: PM.54/PW.007/MKP/2010

Menapaki areal Menhir Bawah Parit ini seakan kita dibawa ke zaman prasejarah Megalitikum. Zaman Megalitikum adalah zaman Ketika manusia sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu batu besar. Bisa dilihat dari banyaknya Menhir sebagai sarana untuk upacara dan pemakaman. Keberadaan Menhir sebagai makam leluhur dengan penanda batu berbentuk “Kaluak Paku” atau Pucuk Pakis dengan beberapa motif hias yang menandakan keselarasan manusia dengan alam. Beragam ukuran Menhir tersebar di areal ini mulai dari yang besar sampai yang kecil. Dari bentuk Menhir dan ukiran dapat disimpulkan bahwa sejak zaman dulu nenek moyang nagari Maek sudah mengenal ukiran dan filosofi tentang alam.

Menhir Bawah Parit merupakan tanda pemakaman yang ditandai dengan penggalian oleh peneliti nasional dengan ditemukannya kerangka manusia di dalamnya. Minimnya publikasi manjadikan Menhir Bawah Parit dan kawasan Menhir lainnya di nagari Maek tidak dikenal orang banyak. Hamparan Menhir di dalam kawasan situs Bawah Parit ini masih berdiri tegak dengan menpertontonkan budaya masa lampaunya.

Dari area kawasan Situs Bawah Parit ini kita dapat memandang hamparan perbukitan yang mengelilingi nagari Maek. Perbukitan yang konon dari cerita tetua dahulu merupakan tempat bersemayamnya orang bunian yang diyakini oleh masyarakat Maek masih ada sampai sekarang ini. Orang Bunian merupakan mahkluk halus yang mendiami tempat tempat sepi di pegunungan atau ditempat tempat yang jarang dikunjungi manusia. Orang bunian hanya bisa dilihat oleh orang orang yang memiliki indra keenam dipercaya oleh seluruh masyarakat sebagai satu kesatuan ruang lingkup kehidupan di nagari Maek. 

Demikian juga dengan bentuk tradisi masyarakat nagai Maek pada masa lampau dengan adanya penyembelihan hewan untuk praktik kesuburan bercocok tanam dengan doa doa agar panen berlimpah. Hewan disembelih dan diolah dan dimakan secara bersama sama. Tradisi ini merupakan tradisi lama yang sangat dipercaya oleh masyarakat nagari Maek untuk suatu kebaikan. Tradisi yang menjunjung tinggi nilai nilai kemyasakatan dan dekat dengan alam. Penyembelihan hewan dilakukan di kawasan Menhir Balai Balai Batu.

Menhir Balai Balai Batu

Kawasan situs cagar budaya lainnya di nagari Maek adalah Menhir Balai Balai Batu yang berlokasi di Jorong Koto Gadang. Balai batu difungsikan sebagai tempat Musyawarah dan acara ritual lainnya seperti acara menolak bala. Acara menolak bala adalah acara yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Maek dikala kampung mereka sudah ada bala seperti musim panen yang gagal, banyak hama tanaman, maka diadakan upacara adat dengan penyembelihan Sapi hitam dan kerbau. Di kawasan ini terdapat juga beberapa Menhir berdiri tegak dan rebah di tanah. Disini terdapat undakan batu yang juga terdapat empat buah batu berdiri sebagai tanda pembagian nenek moyang yang akan menyebar kearah empat arah tujuan yang disebut juga batu pembagian Niniak Nan Barampek. Niniak mamak yang barampek itu adalah Datuak Bandaro pergi ke Maek, Datuak Siri pergi ke Mungka, Datuak Majo Indo pergi ke Koto Laweh, Datuak Raji Dibalai pergi ke Muara Takus.

Menhir Balai Balai Batu dan Menhir lainnya yang tersebar di nagari Maek belum sepenuhnya digali dan diteliti. Dari peninggalan masa lampau dengan budaya dan agama yang dianut masyarakat nya 100 % adalah agama Islam menandakan bahwa nagari Maek mengalami akulturasi budaya yang sangat kuat. Nagari Maek merupakan nagari yang manjadi saksi suatu peradapan masa lampau. Praktik agama Budha, kejayan kerajaan Islam serta penjajahan kolonial Belanda dan Jepang menambah ragam budaya yang ada di nagari Maek. Untuk mengkaji peradapan dengan beberapa perngaruh budaya dan agama perlu kiranya dilakukan pengkajian yang mendalam dengan penekanan riset semua eleman yang ada. Kajian menyeluruh mulai dari hasil kebudayaan, sosial masyakat, agama dan kepercayaannya.

Dengan banyaknya bukti sejarah yang ada. Ribuan Menhir yang tersebar. Beragam Tambo yang dituturkan, sudah saatnya nagari Maek menyingkap rahasia tersembunyi yang belum terungkap. Rahasia yang selama ini gelap mejadi terang. Memang sudah banyak penelitian yang datang namun sampai saat ini hasilnya masih berupa dugaan dugaan semata. Dengan kemajuan teknologi penelitian sekarang ini diharapkan bisa membuka tabir peradapan lainnya di nagari Maek. Nagari dengan pesona Megalitikum yang memukau dan mejadi kekayaan sejarah suatu bangsa. Menjadi tujuan pariwisata dengan pesona nagari yang tersembunyi dilingkup perbukitan dengan ragam peninggalan cagar budayanya. (*)




0 Comments