Peringati Hari Keluarga Nasional 2025, LP2M Sumbar Ungkap Isu Krisis Komunikasi dan Kesenjangan Antargenerasi dalam Keluarga

Suasana kegiatan. Ist

PADANG – Dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2025, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat (Sumbar) menyoroti sejumlah isu krusial yang mengancam keutuhan dan kesehatan mental keluarga. 

Melalui diskusi bertajuk "Membangun Empati Intergenerasi di Keluarga”, LP2M mengidentifikasi adanya kerenggangan ikatan keluarga akibat kurangnya komunikasi efektif dan keterbukaan.

Direktur Eksekutif LP2M Sumbar, Felmi Yetti, mengungkapkan temuan signifikan dari interaksi dengan berbagai kelompok masyarakat, termasuk Keluarga Pembaharu, kader OSS&L (pencegahan kekerasan perempuan dan perkawinan anak), serta lansia hingga pemuda. "Fenomena yang banyak ditemukan sekarang ini adalah ikatan dalam keluarga itu sudah renggang karena tidak ada komunikasi efektif dan saling terbuka serta hambatan-hambatan komunikasi antar anggota keluarga," terang Felmi. 

Ia menambahkan, kesibukan ekstrem orang tua dan anak seringkali menjadi pemicu konflik yang tidak tersampaikan karena minimnya ruang dialog.

Diskusi ini juga mengungkap isu-isu pola asuh yang memprihatinkan. Banyak peserta berbagi cerita tentang otoritarianisme orang tua yang sangat tinggi, membuat anak-anak enggan untuk terbuka. Selain itu, perbedaan kondisi pengasuhan masa lalu dan kini seringkali menimbulkan gesekan, di mana nasihat diberikan dengan emosi alih-alih empati, dan orang tua luput menyediakan ruang aman bagi anak untuk bercerita.

Nani Zulminarni, Direktur Ashoka Asia Tenggara, yang menjadi narasumber, turut memaparkan tantangan intergenerasi dalam konteks keluarga Indonesia. Ia menyoroti ideologi patriarki yang masih mengakar kuat serta kesenjangan kesempatan dan peran di antara seluruh anggota keluarga sebagai masalah mendasar.

Menanggapi berbagai isu ini, LP2M Sumbar telah meluncurkan Program "Keluarga Pembaharu". Program ini berfokus pada pendampingan langsung kepada keluarga (terdiri dari bapak, ibu, dan anak remaja) untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka. Felmi Yetti menjelaskan, LP2M menargetkan pembentukan tiga keluarga pembaharu di setiap desa, meskipun saat ini baru satu keluarga yang terjangkau di desa-desa target di Padang Pariaman, Tanah Datar, dan Kepulauan Mentawai.

Melalui program ini, LP2M menyelenggarakan diskusi, pendidikan, dan pelatihan yang bertujuan merefleksikan dan memperkuat kembali pentingnya empati dalam keluarga sebagai upaya pendidikan kritis. Keluarga terpilih diharapkan dapat menjadi "role model" yang menularkan praktik komunikasi positif kepada keluarga lain di sekitarnya, demi mewujudkan ikatan keluarga yang lebih kuat dan sejahtera.








0 Comments