![]() |
Emeraldy Chatra
Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri (communication with self) memusatkan perhatian kepada dialog dalam diri seseorang. Dialog itu dapat dimodelkan sebagai percakapan antara dua unsur, yaitu ‘D’ dan ‘S’. Tapi sebenarnya kedua unsur itu tidak hanya berdialog, tapi juga saling berebut kuasa (power) untuk memengaruhi prilaku manusia yang menjadi inangnya.
Unsur ‘D’ (diri sendiri) adalah representasi diri seseorang yang bersifat ilahiah, dituntun oleh kekuatan supranatural dari Sang Maha Pencipta. Unsur ‘D’ mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang selalu menuntun orang kepada semua bentuk tindakan baik; kepada kesucian, positif, menjauhi perbuatan-perbuatan yang merusak. Sebaliknya unsur ‘S’ selalu menolak pernyataan ‘D’; bersifat satanic, karena itu dapat juga disebut sebagai bisikan setan yang membuat orang selalu berpikiran negatif.
Dialog antara ‘D’ dan ‘S’ adalah ajang perebutan kuasa di antara keduanya. Ketika unsur ‘D’ berhasil menjadi kekuatan dominan ia akan menyebabkan seseorang yang menjadi inangnya merasakan ketenangan, kesabaran, dan selalu berbuat baik. Lain keadaannya bila unsur ‘S’ berhasil mendominasi: orang akan dikuasai nafsu serakah, amarah, delusi, dan berbagai keburukan.
Dalam skema dialog itu terdapat serangkaian konsep yang banyak digunakan dalam psikologi. Dengan demikian dialog dalam diri manusia berkaitan erat dengan persepsi, keyakinan dan emosi, bahkan juga dengan memori dan daya ingat.
Semua elemen psikologis itu bekerja sesuai dengan struktur dominasi yang terbentuk dari dialog antara ‘D’ dan ‘S’. Ketika ‘D’ mendominasi dialog dalam diri seseorang ia akan mempunyai persepsi plus (+) terhadap sesuatu. Sebaliknya, ia akan mempunyai persepsi negatif (-) ketika unsur ‘S’ yang mendominasi.
Dengan model dialog ‘D’ dan ‘S’ dapat diterangkan mengapa sebagian orang menolak impuls-impuls yang tidak membuatnya nyaman masuk ke dalam memorinya atau berusaha melupakan. Tapi sebaliknya sebagian orang harus berjuang mempertahankan ingatannya untuk melawan kekuasaan, seperti dikatakan oleh Milan Kundera (2012): “The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting”. Seperti halnya persepsi, orang akan mengingat atau melupakan sesuatu berdasarkan dominasi salah satu unsur – apakah ‘D’ atau ‘S’ -- dalam pikirannya.
Bahkan, model dialog tersebut juga dapat menjelaskan mengapa orang merasa nyaman dengan perbuatan yang selalu merugikan orang lain: korupsi, merampok, mencuri, atau merusak alam. Mereka yang selalu membuat kerusakan adalah mereka yang dialog dalam dirinya didominasi oleh narasi-narasi dari ‘S’, menyingkirkan narasi dari ‘D’.
Sejak usia berapa dialog ‘D’ dan ‘S’ terjadi dalam diri manusia?
Dialog ‘D’ dengan ‘S’ terjadi dalam pikiran. Artinya, dialog itu dimulai sejak manusia mampu berpikir, mampu membedakan objek-objek yang ada di sekitarnya. Karakteristik ‘D’ dan ‘S’ mengalami perkembangan sesuai usia seseorang.
Ketika masih bayi unsur ‘D’ maupun ‘S’ masih mudah diintervensi dari luar dengan pesan-pesan yang bersifat memperkuat atau memperlemah. Ketika itu kemampuan naratif ‘D’ maupun ‘S’ masih belum stabil dan kokoh karena kurangnya cadangan pengetahuan dalam memori.
Kekuatan itu selanjutnya berkembang semakin kokoh sesuai dengan pertambahan informasi yang terserap oleh memori. Informasi baik akan memperkuat ‘D’, sebaliknya informasi buruk akan memperkuat ‘S’. Keadaan itulah yang menjadi dasar mengapa anak-anak harus dipasok dengan informasi yang baik oleh pihak eksternal – orang tua atau guru – agar unsur ‘D’ menjadi semakin kuat.
0 Comments