Mahfud MD |
JAKARTA-Kabinet Merah Putih yang baru saja dibentuk Presiden Prabowo Subianto menuai kontroversi. Tidak cuma soal jumlah menteri dan wakil menteri yang mencapai 109 orang, kehadiran separuh menteri-menteri Presiden Jokowi yang kembali masuk ke pemerintahan Presiden Prabowo menuai sorotan.
“Itu kalau dihitung di kabinet Pak Jokowi, kan 34, 17 masuk ke Pak Prabowo, artinya 50 persen orang di kabinet Pak Jokowi masuk ke dalam kabinetnya Pak Prabowo, kan dihitung dari 34 menteri, ini belum dihitung Pak Prabowo-nya menteri Pak Jokowi, belum lagi Wapresnya anak Pak Jokowi,” kata pakar hukum tata negara, Feri Amsari, saat jadi tamu di Sate Demokrasi di kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (23/10/2024).
Direktur Pusat Studi Konstitusi itu menerangkan, dulu di era Presiden Jokowi seleksi menteri dan wakil menteri dilakukan setelah 20 Oktober atau setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan, di era Presiden Prabowo seleksi dilakukan sepekan sebelum 20 Oktober, sama seperti era Presiden SBY.
Feri melihat, ada nuansa dimanfaatkan waktu sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden agar Pak Jokowi masih memiliki nilai tawar kepada Pak Prabowo. Itu pula yang mungkin menyebabkan pertemuan Pak Prabowo dan Pak Jokowi jauh lebih sering dilakukan dibandingkan dengan Gibran Rakabuming Raka.
“Itu sebabnya pertemuan Pak Presiden terpilih, Pak Prabowo dengan Pak Jokowi lebih intens dibandingkan dengan Pak Wapres terpilihnya sendiri, sebelum tanggal 20 oktober, jangan-jangan ini bukan kabinet Prabowo-Gibran tapi Prabowo-Jokowi dalam versi yang diterjemahkan begitu,” ujar Feri.
Padahal, Feri menekankan, sebagai Presiden RI terpilih tentu saja Prabowo Subianto memiliki hak untuk menolak nama-nama yang mungkin disodorkan Joko Widodo. Apalagi, jika dilihat dari sudut pandang seperti apa Prabowo ingin mandiri, itu harus terimplementasi ke dirinya dalam membangun kabinet.
Prabowo, lanjut Feri, sepertinya ingin menyenangkan orang-orang yang membantu dia memenangkan Pilpres 2024. Artinya, tidak cuma mengakomodir orang-orang Jokowi, Prabowo mengakomodir pula orang-orang yang dinilai selama kontestasi itu sudah berkontrobusi mengantarkannya ke Istana.
“Jadi, biasanya dalam konteks begini ada yang disebut presiden yang tersandera kepentingan partai. Selain Pak Jokowi, kan ada banyak kepentingan partai juga ya, koalisinya, partai yang masuk belakangan, segala macam ikut. Nah, Pak Prabowo sepertinya selain orang-orang Pak Jokowi juga ingin menambahkan orang-orang yang berjasa membuat dia berhasil menjadi presiden,” kata Feri.
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menyampaikan, dalam setiap pergantian pemerintahan tentu saja selalu ada harapan yang baru. Sebab, pada momentum itulah terjadi satu sirkulasi kepemimpinan yang tidak cuma menghadirkan pergantian kepemimpinan, tapi menampilkan figur-figur yang relatif baru.
Prabowo sendiri, Fadli mengingatkan, meskipun bukan orang baru yang muncul dalam kontesatasi pemilihan presiden, tapi baru terpilih dan menduduki tampuk kepemimpinan nasional tertinggi. Karenanya, sebenanya ada harapan dia membawa orang-orang yang baru pula dalam kabinetnya.
“Tapi, itu yang tidak tercermin sebetulnya, kalau Pak Prabowo mau ada semangat yang baru, ada penyegaran untuk orang bekerja lebih cepat dalam tantangan global, tantangan bernegara di dalam negeri, tapi ternyata tidak, separuh menteri lama masuk ke dalam kabinet,” ujar Fadli.
Bahkan, Fadli menambahkan, ada orang-orang yang membuat publik mempertanyakan apa latar belakang Prabowo memilihnya. Karenanya, ia turut menyayangkan, Kabinet Merah Putih yang disusun Prabowo sebagai Presiden RI masih diisi terlalu banyak nama-nama lama, bahkan dari kabinet Jokowi.
“Banyak, 50 persen lebih orang lama masuk lagi ke dalam menteri negara dan jumlahnya terlalu banyak,” kata Fadli. (*)
0 Comments