Inilah Rumah Rasuna Said di Maninjau



Oleh

Khairul Jasmi

Pada 9 Juni 1933: Kapal Van Lischoten yang perkasa, bergerak perlahan meninggal Emma Haven di Padang. Ribuan orang berbaris dengan rapi di pelabuhan itu, dengan semangat menggebu berteriak, menyanyikan Indonesia.

“Rasuna Said, kami bersamamu!”

Kapal penjajah buatan 1910 itu beringsut, tetiba seorang pejuang, melompat ke perahu mengejar kapal besar uap besar tersebut.

Di kapal seorang gadis berusia 23 tahun bernama Rasuna Said melambainya dan gadis itu menempelkan bendera Permi ke dinding kapal. Kawannya, perempuan berusia 22 tahun, Rasimah Ismail berdiri mengacungkan tangan di sebelahnya. Duo gadis belia Minangkabau ditangkap diadili dan dipenjarakan Belanda. Kapal itu, tak bisa ditahan. Perlahan bergerak di tepi ribuan orang meneriakkan Allahuakbar dan tak lama kapal kian menjauh lalu hilang dari pandangan. Rasuna dan Rasimah dibawa ke Batavia untuk seterusnya akan ditahan di Penjara Bulu khusus wanita di Semarang yang sudah ada sejak 1894. Rasuna baru dilepas 14 bulan kemudian, kawannya lebih cepat dari itu.

Kabar Rasuna akan dikirim ke penjara sudah lama beredar. Kabar itu, juga telah sampai ke rumahnya di Panyiggahan, Nagari Maninjau. Gadis belia anak orang kaya dan terkemuka Muhamad Said ini, adalah perempuan pertama di Hindia Belanda yang dijerat dengan pasal karet. Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Koran Bintang Timoer edisi 1 Desember 1932 di halaman pertama menampilkan berita dengan judul “Spreedeliot Perempoean” di Fort de Kock.

Seorang perempuan Indonesia bernama Rasoena Said berbitjara. dalam verga dering Perserikatan Moeslimin Indonesia, telah melanggar sepreekdelict sehingga dengan segera djoega ia ditahan”

Selanjutnya koran yang sama menuliskan: Kalau kita tidak salah, Rasoena adalahs eorang gadis remaja. Kemudian mendesak agar Rasuna tidak ditahan.

Kasus Rasuna anak muda yang orator ini, telah diadili pada 5 Januari 1933 di Landraad Payakumbuh. Ia dituduh menghasut rakyat dalam sebuah pertemuan akbar pada November 1932. Waktu itu ada acara Permi, yang dihadiri ribuan orang. Rasuna membakar semangat kaum pribumi. Sedemikian memukaunya, sedemikian jelasnya, menggelegak darah orang yang mendengarnya. Dan, ia ditangkap.

Saat pidato, ketika disidang, tatkala di pelabuhan, ribuan orang hadir. Usia muda, tak tertirukan oleh pejuang perempuan manapun. Lawan pidatonya hanya satu, Soekarno.

Rasuna Said adalah anak Muhammad Said seorang tokoh, ulama dan saudagar di Maninjau. Rasuna Lahir 14 September 1910 di sebuah rumah di tepi Danau Maninjau. Sampai berusia 5 tahun, Rasuna masih di tepian danau melihat riak dari danau nan permai itu. Pada usia 7 tahun, rumah rancaknya yang dibangun sepelemparan dari danau sedang dibangun. Rumah itu memakai kayu pilihan dan tiangnya dibuat dari semen yang dikirim dari Indarung. Rumah itu siap pada 1917 dan Muhammad Said beserta istri dan anaknya pindah ke rumah ini.

Direhab

Dan pada Selasa (1/11) saya sampai di rumah itu ditemani wartawan Rudi. Ternyata cagar budaya ini sedang direhab oleh kementerian Pedidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Beberapa tahun silam, juga telah dipermak oleh Garuda Indonesia.

Rumah itu menghadap ke jalan desa, di depannya ada TK dan SD. Jalan beraspal membentang mulus menuju Sungai Batang, desa kelahiran Buya Hamka. Tak jauh.

Tukang sedang bekerja menyelesaikan pekerjaannya. Saya coba mencigap pekerjaan di dalam. Mungkin sebelum 2023 akan selesai. Di belakang rumah itu, terhampar Danau Maninjau yang elok walau ribuan keramba tumbuh di dalamnya. Danau itu adalah saksi bagi tumbuh kembang orang-orang hebat di sana.

Rumah itu sudah ada sejak 1917 atau sejak 105 tahun silam. Walau sudah lebih seabad, seperti juga rumah di sebelahnya, masih kuat kokoh, buktinya tiap waktu tempat warga shalat, sebab bagian belakang dijadikan mushalla. Cuma saja, karena ini cagar budaya, maka diperlukan rehab, sehingga akan tahan lebih lama lagi.

Rasuna Said meninggal pada tanggal ini, 2 November 1965 atau 57 tahun silam dalam usia 55 tahun. Ia dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta, meninggalkan seorang anak dan 6 cucu.

Hajjah Rangkayo Rasuna Said, kemudian diangkat jadi pahlawan nasional pada 13 November 1974. Rasuna merupakan perempuan kesembilan yang jadi pahlawan.

Orator Ulung

Wanita yang namanya dijadikan nama jalan itu, adalah seorang orator ulung. Orang menyebutnya singa podium juga singa betina. Ia belajar berpidato dengan guru semasa kecilnya di Maninjau, Buya Udin Rahmani yang namanya juga jadi nama jalan di hampir setengah lingkaran danau sewaktu Gubernur Azwar Anas.

Buya Udin Rahmani, menurut catatan Rudi di prokabar.com, lahir 5 Januari 1901 di Maninjau dan meninggal 18 Agustus 1982 di Panyinggahan, Maninjau. Menurut Am Sutan Marajo, benar, Buya tersebut adalah guru politik dan pidato Rasuna Said. Hal itu juga dibenar kan oleh Hawari Oerdin Rahmani, anak kandung sang guru.

Ia mengajar di Thawalib School dan Diniyyah School, Maninjau. Di Diniyyah inilah Rasuna belajar. Kemudian ia meneruskan pendidikannya ke Diniyyah Puteri Padang Panjang yang didirikan oleh Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah el Yunusiyyah. Di sini ada mata pelajaran muhadharah, yaitu pendidikan agar terampil berpidato. Maka kian mahirlah Rasuna. Jika sudah berdiri di mimbar, pendengar nyaris tak berkedip dan bergerak. Ia sangat piawai.

Begitu bebas dari penjara Semarang, ia merantau ke Medan dan menjadi pemimpin redaksi Majalah Menara Poetri di sana. Sebagai seorang jurnalis, tulisannya setajam pidatonya. Ia satu dari sederetan jurnalis perempuan perempuan Minang yang piawai dan disegani.

Terakhir Rasuna menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI.

Riwayat Rasuna adalah kisah yang panjang. Melingkar di tubuh sejarah bangsa. Ciri khas Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah lilik Diniyyah-nya tak pernah lepas. Ia banyak ditiru bahkan ada lomba berpakaian ala Rasuna Said. Terakhir pada Rabu, 14 September 2022 Google Doodle menampilkan karikatur tokoh ini. Google menampilkan sosok Rasuna berkacama dilengkapi dengan mikrofon dan di belakangnya tampak banyak wajah perempuan di atas kertas lengkap dengan sebuah pena. 14 September adalah hari lahir Rasuna. Ia lahir pada tanggal yang sama 1910.

Saya selesai di Maninjau, tadi sewaktu datang, sebelum memasuki Bayur, saya kirim share location kepada novelis Fuadi, Negeri Lima Menara.

“Singgah ka Masjid Bayua, Pak,” katanya. Ia asli Bayur. Dan memang saya singgah, shalat di sana. Sebelumnya saya santap siang menghabiskan banyak bakwan rinuak nan enak itu.

Sudah lewat pukul tiga, saya permisi pergi, mobil mendaki Kelok 44. Saya membawa beberapa catatan penting di buku, tentang Rasuna Said. Dalam hati saya berkata: Seorang pejuang takkan pernah tua dan tak pernah pergi di mata serta hati orang banyak. Bahkan waktu seolah berjanji memberi kabar baik padanya dari masa depan yang panjang. (*)

0 Comments