Dokter di Sumbar Anggap Permenkes yang Baru Rancu, Begini Alasannya

Suasana webinar via zoom yang digelar Sabtu malam (5/9). Ist)
PADANG-Sejumlah dokter di Sumbar tak sepakat dengan Permenkes yang baru tentang pedoman pencegahan dan penendalian virus corona Covid-19 di Indonesia. Salah satunya membolehkan pasien positif pulang setelah dirawat 10 hari di rumah sakit atau lokasi karantina.

Hal tersebut terungkap dari webinar yang berlangsung Sabtu malam (5/9) dengan 360 peserta. Mereka terdiri dari unsur tenaga medis di Sumbar dan luar provinsi.

"Permenkes yang baru itu rancu. Apalagi untuk pasien positif yang dibolehkan pulang tanpa swab negatif. Mereka cukup dirawat selama 10 hari kemudian boleh pulang. Kondisi ini pastinya berbahaya, sebab bisa saja virus covid masih bersarang di tubuh pasien. Kemudian dia pulang dan akan menyebarkan virus kemana-mana," terang Andani yang diamini sejumlah dokter lainnya.

Seperti dr Deddi Herman, spesialis Paru RSAM dan Wisma Atlet. Menurutnya penanganan silent carrier/spreader yang asimptomatik perlu ditangani secara serius dan bijaksana.  Hasil riset di Amerika sudah dipublis di jurnal pediatrik menjelaskan hampir 50% insiden positif covid di sana disebabkan oleh anak-anak (0-22 thn). Sekitar 80 % tidak menunjukkan gejala (asimtomatik),  sisanya (20%) menunjukkan gejala.

"Menariknya mereka menemukan ada di antara anak-anak tersebut viral load nya lebih tinggi,  yang dirawat (diisolasi)  viral loadnya lebih rendah.  Kesimpulan mereka, perlu kajian epidemiologi bagaimana proses penyebaran terjadi akibat "silent spreader". Mereka menjadi carries tanpa mereka menyadari hal yang sesungguhnya. Anak-anak muda yang seperti ini perlu menjadi target edukasi dan dengan cara berkomunikasi yang sesuai pula," jelas Deddi.

Disebutkan Deddi, wisma atlet hingga kini tetap gunakan pola yang lama, sebagai antisipasi skenario lonjakan. Dia berharap semoga tidak terjadi kejadian seperti di Italia, negara tersebut memilih mana pasien yang dirawat mana yang terpaksa dibiarkan.

"Situasi terkini hampir semua RS penuh. Jadi harus ada alternatif lain untuk menanggulangi jumlah pasien yang terus naik," ujarnya.

Dr. M. Fadhil yang juga menjadi pembicara malam itu mengatakan makin banyaknya jumlah dokter terpapar Covid-19 menyulitkan bagi pihak rumah sakit untuk membagi shift kerja dokter karna keterbatasan tenaga. Untuk itu perlu kehati-hatian bersama dalam menangani pasien.

"Hampir semua bagian di M.Djamil, minimal 1 dokter residennya tertular Covid saat ini. Untuk itu stop hoax yang bergerilya via sosmed yang mengatakan kalau virus Covid-19 hanya rekayasa," kata dokter yang sempat membuat surat terbuka tentang kondisi tenaga medis di Sumbar, mulai kewalahan menangani pasien.

Contoh lainnya yang menganggap Permenkes edisi Revisi V rancu,  adalah pasien kontak erat dengan pasien positif tidak perlu ditesting, pasien pulang dari RS tidak perlu di test ulang.

Sementara, dr John Prawira dari WHO menyebut, hingga saat ini Indonesia hingg belum melaporan berapa jumlah tenaga medis yang terpapar atau meninggal karena Covid-19. Begitu juga tentang assessment kesiapan jumlah kapasitas RS, tenaga medis dan kelengkapannya. Seperti jumlah oksigen, ventilator, termasuk obat.

Hingga kini kata John, WHO tidak pernah mengeluarkan rekomendasi penggunaan vaksin yang belum tervalidasi. YL
.