PADANG– Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumatera Barat, dr. Herlin, mengungkapkan keprihatinannya atas meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) tahun 2024 menunjukkan Dharmasraya, Pasaman, dan Padang menjadi daerah dengan angka kasus kekerasan yang mengejutkan, dengan insiden yang "di luar nalar dan prediksi."
Dr. Herlin menekankan bahwa terungkapnya kasus-kasus ini bukan berarti dinas berdiam diri. Pihaknya berupaya keras untuk mendampingi psikologi korban dan meminimalisir kasus serupa di masa mendatang. "Pelaku kekerasan sekarang dulunya pernah jadi korban," ungkap dr. Herlin, menyoroti siklus trauma yang harus diputus. Proses penyembuhan korban kekerasan membutuhkan waktu lama dan komitmen penuh.
Rendahnya Ketahanan Keluarga dan Dampaknya
Salah satu indikator yang menjadi perhatian adalah rendahnya ketahanan keluarga di Sumatera Barat, yang masih berada di bawah rata-rata nasional. Hal ini berkorelasi langsung dengan tingginya angka perceraian, menempatkan Sumatera Barat sebagai salah satu dari 10 provinsi dengan tingkat perceraian tertinggi di Indonesia. "Makanya kita masih hadapi banyak persoalan masyarakat," tambah dr. Herlin.
Selain isu kekerasan, dr. Herlin juga menyoroti pentingnya pencegahan stunting. Upaya pencegahan paling efektif adalah dalam "1000 hari pertama kehidupan," yakni sejak pembuahan hingga anak berusia dua tahun, yang disebutnya sebagai periode emas. Pencegahan stunting bisa dilakukan pada periode ini karena pada 1000 hari pertama kehidupan 80 persen pembentukan otak anak, sisanya 20 persen setelahnya.
Lebih lanjut, dr. Herlin menyoroti fenomena "father lose" atau hilangnya pola asuh ayah di masyarakat. Penelitian di luar negeri bahkan menunjukkan hubungan antara ketiadaan kasih sayang ayah sejak kecil dengan kecenderungan menjadi pelaku kriminal. "Bapak harus jadi idola bagi anak-anak, apalagi untuk anak perempuan. Jika tidak, mereka akan mencari idola di luar," tegasnya. Dr. Herlin menyerukan agar para ayah tidak hanya memberi nafkah, tetapi juga aktif terlibat dalam pola asuh anak, memberikan contoh yang baik, dan membantu istri di rumah.
Pola asuh kakek-nenek juga menjadi perhatian, di mana seringkali mereka lebih menyayangi cucu daripada anak sendiri. Dr. Herlin mengingatkan pentingnya menanamkan nilai-nilai moral dan mental pada anak cucu, serta memberikan tanggung jawab meskipun penuh kasih sayang. Ia menyarankan pengajaran "tiga kata sakti": maaf, permisi, dan terima kasih.
Ruang Bersama Indonesia dan Penanganan Kasus di Dharmasraya
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, DP3AP2KB Sumatera Barat berencana menciptakan "Ruang Bersama Indonesia." Ini akan menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dan pola asuh guna memperkuat ketahanan keluarga, memungkinkan partisipasi anak-anak, serta menyediakan akses bagi anak-anak istimewa. Ruang ini juga akan menjadi bagian dari intervensi untuk menurunkan permasalahan di Sumbar, termasuk hubungannya dengan stunting.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan KB Dharmasraya, Martin Efendi, S. Hut., MM., melihat potensi strategis Dharmasraya untuk menjadi percontohan "Ruang Bersama Indonesia," dengan Sungai Duo sebagai modelnya.
Martin Efendi juga mengungkapkan data mencengangkan mengenai jumlah korban kekerasan di Dharmasraya: "Tiap hari ada kasus" pada tahun 2025.
Sementara, Tim P2TP2A Limpapeh Rumah Nan Gadang Sumbar terus bergerak menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat di berbagai daerah terkait pencegahan tidak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pada Selasa 24 Juni 2025 tim turun ke Pulau Punjung. Di nagari tersebut tim mengelar dialog interaktif dengan 50 warga dari berbagai unsur. Tema dialog Bersama Mewujudkan Peningkatan Ketahanan Keluarga untuk Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Wakil Ketua P2TP2A Limpapeh Rumah Nan Gadang Sumbar, Hj. Daslinur mengatakan tim P2TP2A Limpapeh Rumah Nan Gadang yang diketuai Hj. Harneli Bahar turun ke 12 daerah yang paling rawan terhadap kekerasan pada perempuan dan anak.
"Di setiap kegiatan kami menghadirkan narasumber berkompeten untuk membahas dan memberi solusi terhadap persoalan kekerasan pada perempuan dan anak. Melalui berbagai kegiatan tersebut diharapkan tingkat kepedulian masyarakat kita meningkat, sehingga berbagai kekerasan di lingkungan sendiri bisa dicegah," terang Daslinur.
Disebutkannya, saat ini kepekaan orang sekitar kita harus ditingkatkan agar anak, kemenakan dan cucu di tengah masyarakat bisa terlindungi dari berbagai kasus kekerasan. YL
0 Comments